Regret..? Hell yeah….

Regret…? Hell yeah…..

By. Ellena Han

Rate: T

Genre: Romance, family, brotheship

Cast: Han Geng n Oc

Disclaimer: I’m just own the story plot, chara isn’t mine…

Other sequel for Regret series…

~~happy reading^^~~

Seandainya, satu kata yang kini begitu menggelitik otak pria itu. Dengan berbagai macam substitusi kalimat dengan menggunakan kata seandainya.

Seandainya saja dulu dia tidak begitu egois. Seandainya saja dulu dia mau mendengarkan dan sejenak melepaskan sejenak topeng sok dingin yang selalu di pasang di wajahnya itu.

Demi orang yang dia sayangi, demi satu-satunya ikatan darah yang dia miliki.

Dan seandainya waktu itu mereka bisa berbicara dari hati ke hati layaknya sahabat lama.

Well….kalimat-kalimat diatas masih di tambah lagi dengan berbagai macam ungkapan dengan kata seandainya sebagai kata depan ataupun kata penghubung.

Tapi…see.. apa kata seandainya berarti untuk saat ini…? Jawabannya tidak…!

Semua sudah terjadi dan kata itu tak akan bisa memutar kembali roda waktu yang telah berputar. Semua telah terjadi.

Pria itu masih berdiri diam, dengan dua tangan berada dalam saku celananya. Memandang halaman rumahnya yang luas dari kaca besar di hadapannya.

Disana, sosok gadis cantik itu tengah tertawa bersama dua orang bocah cantik yang sedang menggodanya dengan gelembung-gelembung sabun buatan mereka.

Mata tipisnya tak melewatkan sedetikpun setiap tawa yang terulas, setiap senyum yang terlukis. Merekam semua adegan yang sedang berlangsung.

Dulu, dia akan melakukan apapun untuk melihat tawa itu, untuk membuatnya selalu terulas di bibir merah gadis itu. Ah…bukan hanya dulu, tapi juga kini dan nanti.

Yeah… hingga satu kesalahan yang dia lakukan membuatnya hampir kehilangan tawa itu. Tawa milik seseorang yang sangat dia sayangi. Derai milik adik kecilnya…

Dia kira, dia yang paling tahu dan mengerti hal apa saja yang dapat dia lakukan untuk dapat menjaga tawa itu. Sesuka hatinya mencoba mengatur jalan takdir kehidupan adiknya. Tanpa bertanya apa gadis kecilnya itu sependapat atau tidak.

Dia pikir, dia mengerti segalanya. Tapi ternyata dia keliru. Terlalu sombong jika dia kira, dia mampu melawan roda nasib yang terus berputar.

Adiknya meninggalkannya begitu saja. Meninggalkan semua dunia yang telah dia berikan untuk gadis kecilnya itu. Satu hal yang pria ini lupa, adiknya bukan lagi gadis kecil yang dulu suka bergelayut manja di bahunya.

Gadis kecilnya itu telah tumbuh dewasa, mampu berdiri dan berfikir sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.

Pria ini terluka saat itu….tentu saja..tak akan yang menyalahkan ataupun meragukan jika dia terluka saat itu. Dia sudah merencanakan semua yang terbaik untuk gadis kecilnya. Memberi semua yang dia bisa. Mencoba membawakan seorang pangeran yang menurutnya mampu melindungi dan menyayangi gadis kecilnya.

Hah….tapi lagi dan lagi dia melupakan satu hal, adiknya bukan anak-anak. Gadis itu menolak, berkata jika dia punya pilihan sendiri, memiliki cinta sendiri.

Sejauh yang pria ini ingat, dia begitu marah saat itu, membentak gadis kecilnya. Memberinya peringatan jika dia tak tahu apapun tentang cinta.

Malam itu, disalah satu malam musim panas, mereka bertengkar hebat untuk pertama kalinya dalam seluruh usia mereka.

Hingga gadis kecilnya pergi, mengikuti cinta yang dia inginkan.

Rasa benci itu mulai tumbuh dalam di hatinya. Dia benci.. bukan benci pada gadis kecilnya bukan…dia benci pada dirinya sendiri. Benci karena dia tak mampu menekan egonya dan menahan gadis kecilnya agar tak pergi dari sisinya.

Jangan kalian kira dia akan melepaskan adiknya begitu saja. Dia mencarinya keseluruh penjuru negeri.

Yeah….menjadi mafia kelas kakap tentu memudahkannya menemukan dimana gadis kecilnya berada.

Dia menemukan gadis nya itu di Korea, bersama seseorang yang dia cintai. Tapi ketika melihat binar bahagia adiknya di hari pernikahannya yang sederhana, pria ini luluh. Memandang dari jauh bagaimana senyum itu terulas lagi di bibir kesayangannya.

Bagaimana dia menggumamkan maaf tulus karena tak bisa mengantarkan gadis kecilnya itu berjalan ke altar seperti yang selalu dia janjikan saat mereka masih kanak-kanak.

Ayolah…sejahat dan sekejam apapun dia di dunianya, dia tak akan mungkin menyakiti saudaranya sendiri.

Perlahan tapi pasti, pria ini mulai merubah jalan pikirannya. Berusaha memberitahu dirinya sendiri jika gadis kecil yang dulu suka menangis mengadu padanya itu kini mampu berdiri dengan dua kakinya sendiri.

Sedikit rasa bangga mau tak mau menyelinap dalam hatinya. Sungguh, ingin rasanya saat itu dia berteriak pada dunia. Ini adiknya….lihatlah…gadis yang tersenyum cantik itu gadis kecilnya.

Tapi…bukankah roda kehidupan itu akan selalu berputar kan….? Berita kurang menyenangkan itu mau tak mau sampai juga ketelinganya. Membuatnya menghancurkan ruang kerja nya sendiri saat itu.

Rasa marah yang telah lama tak muncul dalam hatinya itu kembali. Demi Tuhan….manusia mana yang tak akan marah dan kecewa jika tahu saudaranya tak mendapatkan kebahagiaan seperti yang di harapkan…? Siapa yang tak akan sakit hati jika bukan senyum yang dia dapat, tapi air mata yang tak berhenti mengalir….?

Perasaan itu hampir membuatnya gila menahan emosi. Hingga dia mulai bertanya pada Tuhan, apa salahnya hingga Tuhan menghukumnya seperti ini…?

Pria itu masih tak bergerak dari tempatnya berdiri. Memandang lurus ke arah halaman dengan sorot mata berbahaya. Siapapun pria yang telah berani menyakiti adik kesayangannya, Tuan Besar Han Geng tak akan melepaskannya hidup-hidup.

“Apa kau sedang merencanakan untuk membunuh seseorang…wajahmu mengerikan….”

Suara pelan yang berbisik di lehernya itu membuatnya terkesiap. Sedetik kemudian sepasang lengan melingkari tubuhnya, dengan kepala bersandar manja di punggung tegapnya.

“Sebenarnya tidak…tapi kau baru saja memberiku ide…”

Sebuah cubitan mendarat di pinggang Han, membuatnya terkekeh pelan.

“Bagaimana dia…?”, pria itu bertanya lirih.

“Kau menghawatirkannya ya….?”

Pria itu mendengus pelan. Perempuan di belakangnya ini selalu mampu menggodanya.

“Tentu saja aku mengkhawatirkannya…”

“Lalu, kenapa tak pernah kau katakan…?”

“Aku lebih suka melakukan daripada mengatakan….”

Perempuan itu tertawa pelan. Masih melingkarkan lengannya ke tubuh Han.

“Khas dirimu, benar..?”

“Kau tahu aku, Sayang….”

Tawa renyah kembali mengalun.

“Jadi…kapan kau berhenti mengurung Aerin, Ge…?”

“Mengurung…? Apa maksudmu….?”

“Well…tak memperbolehkannya kemanapun, bukankah itu sama saja dengan mengurung…?”

Pria itu berdecak kesal.

“Aku tak mengurungnya….aku berusaha melindunginya….”

“Melindungi dari apa….?”

Ya…melindungi dari apa… pria itu juga tak tahu apa jawabannya.

Han hanya tak ingin lagi melihat adiknya tersakiti. Melihat air mata kembali mengalir dari mata bulat Aerin.

“Dari pria itu mungkin…”

“Sampai kapan….?”

Hening, tak ada suara sedikitpun. Perempuan itu melepas pelukannya. Mengambil tempat disisi Han. Mereka berdiri bersisihan dalam diam.

“Sampai kapan kau akan melakukannya….?”

“Sampai dia sembuh….”

“Ge..kau…”

“Cukup…!! Aku tak mau berdebat apapun dengan mu tentang hal ini…aku yang berhak atas diri Aerin saat ini….”

“Dia memiliki suami….”

“Suami macam apa yang menelantarkan istri dan calon anaknya sendiri…”, Han mendesis marah. Topik ini begitu sensitif untuknya karena membuat luka itu kembali berdarah. Membuatnya kembali melihat bagaimana pucat nya wajah Aerin ketika pulang kembali kerumah ini.

“Bagaimana jika dia sudah berubah…?”

“Dan aku tak akan percaya….”

“Gege…kau tak bisa…”

“Apa yang aku tak bisa….”

Perempuan itu berdecak kesal. Ya Tuhan…kenapa pria ini begitu keras kepala.

“Setiap manusia berhak atas kesempatan kedua Ge…begitupun dengan Li Xu…”

Perempuan itu sepenuhnya mengabaikan dengusan Han yang berkata…

“Jangan sebut nama itu di hadapanku…”

“Setiap orang berhak berubah, berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki semuanya….”

“Untuk apa….agar dia bisa menyakiti adikku lagi….tak akan pernah….”

“Bagaimana dengan Aerin…apa kau tahu apa keinginannya kali ini….?”

Han terdiam, keinginan Aerin…? Apa keinginan Aerin…? Sungguh, dia tak tahu apapun tentang keinginan gadis kecilnya itu.

“Aku…”

“Kau tak tahu…karena kau tak pernah bertanya padanya….”

“Tsk..bukankah kau tahu aku….”

“Jika seperti itu, beri dia kesempatan…”

Han terdiam, membuat perempuan di sisinya itu memandang lurus padanya. Mengusap lengannya penuh kasih dan menyandarkan kepalanya di sana.

“Bagaimana jika adikmu masih mencintai pria itu….apa kau juga akan memaksanya untuk tinggal….?”

“Aku hanya tak ingin dia terluka lagi Meihui…tidak…aku tak mau melihatnya hancur…”

“Wow…kau sangat menyayanginya ya…”

“Tsk….”

Mei tertawa pelan, masih mengusap lembut lengan Han yang ada dalam pelukannya.

“Beri dia kesempatan Ge…biarkan Ae menentukan sendiri jalan mana yang akan dia pilih kali ini….”

“Tapi…”

“Bukankah kau menyayanginya…?”

Han mengangguk.

“Jika seperti itu…berikan apapun yang dia inginkan Ge…”

“Meihui….kau tidak mengerti….!!!” Nada suara Han kembali meninggi. Kenapa perempuan ini tak mengerti apa maksudnya…

“Aku mengerti…aku sangat mengerti….kau lihat senyum Ae…senyum itu tak tulus Ge…”

Meihui mengarahkan pandangannya pada Aerin yang masih bermain dengan dua orang gadis kecil itu.

“Dia tersenyum…tapi senyum itu hanya di bibir… sorot mata Aerin kosong…apa kau tega….?”

Han tak menjawab. Ikut sibuk memperhatikan adiknya. Ya… Meihui benar…Aerin memang tersenyum, tapi senyum hampa. Ya Tuhan…apalagi yang harus dia lakukan….?

“Kita hanya orang luar Ge….tak seharusnya kita memaksakan apa yang kita inginkan untuk hidup Aerin…”

“Orang luar apanya…dia adikku Mei…satu-satunya saudara yang aku miliki…dan kau lebih memilih membela pemuda sialan itu daripada adikku…?”

Meihui menghela nafas. Dia tahu pasti akan ada kesalah pahaman seperti ini. Bukan hal mudah menaklukkan pria dengan harga diri setinggi langit seperti Han.

Perempuan itu menangkup pipi Han dengan dua tangannya. Nada suara Han yang meninggi membunyikan alarm bahaya di otaknya.

“Dengarkan aku…ku mohon…. dalam artian harfiah ya…dia adikmu Ge…tak ada yang meragukan itu….kita ini orang luar dalam arti kita bukan mereka Ge…bukan kita yang menjalani atau menentukan cinta mereka…”

“….biarkan Aerin memperbaiki dirinya sendiri….biarkan dia belajar arti dari cinta itu sendiri…bukan kapasitas kita untuk kembali mendikte jalan hidup Ae…”

“Ya…dan terakhir kali aku membiarkannya memilih, dia jadi seperti ini…”, Han mendesis.

“Semua orang bisa berubah Ge….percayalah…setiap perubahan memang memberi dampak… tapi aku yakin, kali ini perubahan itu akan menuju ke arah yang lebih baik….”

“Darimana kau tahu….?”

“Instuisi seorang perempuan mungkin….”, Meihui menyeringai. Membuat Han memutar bola matanya mendengar jawaban istrinya itu.

“Lalu…bagaimana jika aku tak mendapatkan hasil yang aku inginkan lagi…..?”

“Jika seperti itu…kau boleh melakukan apapun yang kau mau Ge….”

“Seperti mencincang nya menjadi 13 bagian dan mengumpankannya ke ikan hiu….”

Mata Mei membola.

“Itu mengerikan, bodoh…”

Han tertawa. Merengkuh perempuan itu dalam dekapannya.

“Kau sudah menghancurkan hidup Li Xu, membuatnya terbuang dari pekerjaannya, terusir dari lingkungannya, dan sederet hal-hal lain yang membuatku mual Ge…”

“Itu menyenangkan, Sayang…”

“Gege….”

“Sorry….” Han mengumamkan kata maaf dengan santai. Meihui kembali memutar bola matanya, semakin menyusupkan kepalanya kepelukan Han. Dia tahu, cara termudah menaklukkan pria ini adalah dengan bermanja padanya.

“Jadi…kau akan memberi mereka kesempatan kan…?”, perempuan itu bertanya pelan. Memasang wajah memelas. Tangannya mengusap pelan dada bidang suaminya.

“Asal aku boleh melakukan apapun jika hasilnya tak seperti yang kuharapkan…”

Meihui menyeringai. Dia menang….

“You are the boss, Ge…”

“No….you’re the boss Mei….”

“Ain’t Ge….you’re the boss…but I’m the queen….”

“Yess…you’re my queen….so I need you…to calm my self… now….”

Meihui tertawa, refleks mengalungkan lengannya keleher Han ketika kakinya tak lagi menapak tanah.

Ah… Aerin Sayang….kau bisa memikirkan kembali cintamu setelah ini. Tentang pria ini….serahkan saja padaku… Jiejie mohon, berbahagialah, raihlah impian-impianmu yang dulu belum bisa kau capai. Limpahilah buah hati kalian dengan cinta kasih tiada terkira…. aku menyayangimu….

–Huang Meihui– –Han Meihui–

Gadis kecilku…dulu ketika kita masih kanak-kanak, aku pernah berjanji akan mencarikan pangeran untukmu….tapi aku tak ingin keputusan ataupun keinginanku kali ini kembali keliru dan membuatmu terluka untuk kesekian kalinya. Aku akan mencoba mempercayaimu…mengalah untukmu sekali lagi…carilah hidupmu sendiri.. sembuhkanlah lukamu..seperti apa yang aku ajarkan padamu. Kau putri keluarga ini… tak ada apapun yang sanggup membuatmu terpuruk.
Jika dia menyakitimu lagi, katakan padaku dan aku akan menghapuskan namanya dari muka bumi…
Berbahagialah….

–Han Geng–

–end of this part–

Note:

Hahahaha….*ketawa gaje..

Apa ini…? Entahlah aku juga tak tau…*plaak…digamplok readers…

Well…sequel ketiga dari regret..jadi tinggal satu series lagi sebelum end….*g ada yg nanya…

Okay..okay…buat semua yang telah mau membaca dan berkunjung kemari…
TERIMAKASIH BANYAKKKK….!!!! *bow kanan kiri

And… paaaaiiiiiii….paiii…..

—miss han—

4 respons untuk ‘Regret..? Hell yeah….

  1. YA TUHAN……

    JIEJIE~ YOU MAKE ME CRY~

    OH MY GOD, GEGE…..

    I’M SPEECHLESS…..

    APA AE MASIH MENCINTAINYA?

    AE TIDAK AKAN MENGATAKAN TIDAK….

    DEMI APAPUN, AE AKAN SELALU MENYAYANGI DAN MENCINTAI AYAH DARI ANAKKU….

    TAPI, SALAHKAH BILA AE KINI MERAGU?

    TERIMAKASIH…..

    TERIMAKASIH UNTUK SEGALA CINTA ISTIMEWA YANG KALIAN BERIKAN UNTUKKU…..

    JIE, AE TAK BISA MENGATAKAN APA-APA LAGI SELAIN TERIMAKASIH BANYAK, KARENA SUDAH BERSEDIA MELANJUTKAN KISAH INI….

    *DEEP BOW*

    Disukai oleh 1 orang

  2. Pukul 12.03, dan aku kembali kesini karena sedang sangat merindukan kekasih bandelku ini…….

    Kerinduan yang bahkan tak terungkap dengan kata…..

    Belai dan cumbunya bagai candu yang membuatku tersesat…..

    Oh tidak, kerinduanku semakin menjadi-jadi, bersamaan dengan datangnya pagi…..

    Suka

Tinggalkan komentar